Pendidikan atau kebudayaan? Kebudayaan atau pendidikan? Mana yang harus dipilih?
Menurut saya, kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Pendidikan yang baik berkaitan erat dengan kebudayaan.
Menurut Geerd Hofstede, seorang psikolog sosial,
“Culture is the collective programming of the mind that distinguishes the members of one group or category of people from others … Most commonly the term culture is used for tribes or ethnic groups (in anthropology), for nations (in political science, sociology and management), and for organizations (in sociology and management) … The term can also be applied to the genders, to generations, or to social classes” (Hofstede, 2011, p. 3)
Budaya adalah pemograman kolektif dari pikiran yang membedakan anggota dari kelompok atau kategori yang satu dari anggota kelompok atau kategori lainnya … Istilah budaya atau kultur paling umum digunakan untuk melambangkan konteks suku-suku atau kelompok etnis (dalam bidang ilmu antropologi), bangsa (ilmu politik, sosiologi dan manajemen), dan organisasi (sosiologi dan manajemen) … Istilah budaya atau kultur juga dapat diaplikaskan pada jenis kelamin, generasi, atau kelas-kelas sosial.
Budaya dimiliki bersama oleh sekelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya bisa dimiliki sekelompok kecil orang seperti keluarga, atau organisasi tertentu, masyarakat, bahkan suatu bangsa sebagai kelompok besar.
Karena itu, pendidikan tidak dapat dipisahkan dari budaya, karena pendidikan terjadi dalam konteks budaya tertentu. Lebih penting lagi, budaya menjadi bagian yang sangat penting dalam keberhasilan pendidikan.
Jika mencoba mengamati dan meneliti beberapa sekolah yang efektif, akan sangat terasa dan terlihat bahwa budaya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sekolah tersebut. Budaya sekolah yang dibangun oleh para pemimpin dan stakeholder memegang peranan yang amat penting untuk keberhasilan pendidikan yang dijalankan oleh sekolah tersebut.
Sebetulnya ini tidak hanya terjadi dalam lingkup sekolah, tetapi jika Anda bekerja di sebuah perusahaan atau organisasi yang sangat efektif dan maju, pasti perusahaan atau organisasi tersebut memiliki budaya yang sangat positif dan nyata. Salah satu cara mengetahui budaya apa yang tercipta dan seberapa positif dan kuat budaya tesebut adalah jika Anda pertama kali masuk ke organisasi tersebut, Anda akan merasakannya.
Sekali lagi, pendidikan dan kebudayaan adalah 2 hal yang tak terpisahkan. Pendidikan adalah alat untuk memajukan sebuah bangsa melalui pendidikan hati dan pikiran. Menurut penelitian-penelitian internasional, salah satu cara untuk dapat menjalankan dengan pendidikan yang memajukan adalah dengan menciptakan budaya yang positif dan membangun.
Salah satu contohnya adalah untuk mendidik anak menjadi kreatif dan terbuka, sebuah sekolah berusaha menciptakan budaya komunitas sekolah yang open-minded dan bebas untuk mencoba selama tidak merugikan. Setiap ide yang dilontarkan para anak murid diusahakan untuk diterima dan diakomodasi dalam berbagai event sekolah yang mungkin dibuat, entah itu melalui pameran, Open House sekolah, tugas pelajaran, atau perlombaan tertentu. Bisa jadi juga, para murid diizinkan untuk membuat suatu karya kesenian yang dibuat di tembok-tembok ruang kelas atau sekolah.
Budaya itu begitu kompleks, dan tidak akan detil dibahas pada artikel ini. Namun, untuk mencapai suatu keluarga, organisasi, masyarakat, bahkan bangsa yang maju dan beradab, budaya tidak bisa dilepaskan dari pendidikan.
Oleh karena itu, juga ada perkataan “It takes a whole village to raise a child. It takes a nation to raise a generation”. Mendidik sebuah seorang anak saja, dibutuhkan budaya yang positif dari keseluruhan masyarakat di desa. Apalagi mendidik sebuah generasi, dibutuhkan seluruh bangsa untuk itu.
Mari coba perhatikan kondisi Indonesia saat ini dalam pendidikan anak. Budaya keluarga, budaya sekolah, dan budaya masyarakat (pertemanan, TV, social media, buku bacaan, internet, dll.) akan sangat mempengaruhi bagaimana anak tersebut bertumbuh. Budaya mempengaruhi bagaimana anak berpikir, bertindak, bersikap, berperilaku, dan yang paling dalam adalah karakternya. Belakangan di negeri ini ada beberapa kasus anak yang memiliki sikap kurang baik: misalnya, anak dan orang tua yang melaporkan guru ke polisi, atau belakangan yang heboh seorang anak SMA wanita yang heboh di Instagram dan social media. Awam dapat mengatakan itu karena pengaruh budaya, pergaulan yang kurang positif.
Saya rasa, itu juga yang menyebabkan mengapa kementerian di negeri kita disebut Kemendikbud, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Karena, pendidikan tidak terlepas dari kebudayaan.
Referensi:
Hofstede, G. (2011). Dimensionalizing Cultures: The Hofstede Model in Context. Online Readings in Pyschology and Culture, 2(1), 1-26.
Peterson and Deal. (1998). How leaders influence the culture of schools.
MacNeil, A. J., Prater, D. J., and Busch, S. (2009). The effects of school culture and climate on student achievement. International Journal Leadership in Education, 12(1), 73-84.