Pada masa ketika saya SD dahulu, di tahun 1995-2001, cakupan topik lebih terasa sedikit, sehingga guru dan murid punya cukup waktu untuk membahas suatu topik dengan lebih mendalam atau hingga anak-anak murid bisa cukup memahami. Ambil contoh saja tentang kalibataku atau kali () bagi () tambah () kurang (). Saya cukup ingat bahwa ketika saya sudah berada di kelas 4 SD dahulu, saya dan mayoritas teman sekelas saya sudah cukup fasih dalam melakukan operasi hitung sederhana itu. Ketika saya mengajar di kelas 4 SD dahulu, masih banyak anak murid yang kesulitan di materi itu. Belum lagi ketika kita berbicara tentang materi bilangan bulat, pecahan, KPK, FPB, pangkat, bangun datar, bangun ruang, apalagi soal cerita.
Saya merasakan sekali bahwa topik pelajaran matematika saat ini banyak sekali yang harus dikuasai. Orang mungkin bisa mengatakan, “Wah itu kan hebat! Makin banyak yang dipelajari, artinya akan makin banyak kemampuannya. Berarti makin jago donk!?” Saya justru tidak terlalu suka dengan keadaan seperti ini. Materi yang terlampau luas tidak bisa mendalam dipelajari. Akhirnya, murid hanya sekadar belajar, mengerti sekadarnya, belajar sekadarnya. Padahal materi yang sudah dipelajari di kelas atau jenjang sebelumnya akan selalu berguna di kelas atau jenjang berikutnya. Tahukah Anda bahwa ada anak kelas 9 (3 SMP) yang masih sangat kesulitan untuk menyelesaikan soal kalibataku? Sebagai curhatan, seringkali saya rasanya ingin resign saja dari pekerjaan ini karena merasa begitu bingung dan payah dalam mengajar.
Saat ini saya sedikit banyak menyadari hal penting ini. DASAR itu begitu penting. Seseornag harus benar-benar bisa memahami materi-materi dasar di SD baru kemudian bisa beranjak untuk masuk ke jenjang berikutnya. Bukankah ini hal yang sederhana sebenarnya? Untuk bisa maju ke level selanjutnya, kita harus menang atau menguasai level sebelumnya dengan baik terlebih dahulu. Lihat saja bela diri karate, tae kwondo, atau ketika kita belajar alat musik tertentu. Tidak mungkin kita dapat memiliki ban hitam, jika ban putih, kuning, dan seterusnya itu tidak bisa kita dapatkan. Namun, tidak begitu dengan pendidikan zaman ini. Waktu yang terbatas bagi guru dan murid sedangkan materi begitu banyak, membuat guru dan murid harus berlari untuk menyelesaikan semua tanggung jawab itu. Akhirnya, belum benar-benar paham materi 1 sudah beralih ke materi 2, dan begitu seterusnya.
Oleh karena itu, dasar itu begitu penting, dalam segala aspek dalam kehidupan kita. Prinsip hidup, dasar spiritualitas, dasar iman, dan berbagai hal lainnya. Sama halnya seperti membangun sebuah rumah atau gedung. Untuk membangun itu semua, para tukang pasti membangun mulai dari fondasinya terlebih dahulu. Jika fondasinya baik, akan mudah untuk membangun sisa bangunan tersebut ke atasnya. Tetapi jika sebaliknya, hasilnya pasti menjadi buruk walaupun mungkin secara tampilan bisa saja terlihat baik.
Sebagai penutup, saya mau sedikit membahas film yang saya suka. The Imitation Game, film keluaran tahun 2014. Film ini diangkat dari kisah nyata, dengan setting waktu di masa Perang Dunia II. Seperti yang kita tahu, pada masa Perang Dunia II, Nazi Jerman sangat berkuasa. Pemerintah Jerman memberikan informasi mengenai strategi penyerangan melalui suatu kode rahasia. Kode rahasia mengenai strategi penyerangan ini sebetulnya dapat dipecahkan, dan pemecahannya dapat menggunakan mesin bernama Enigma.
Pada waktu itu, ada seorang ahli matematika bernama Alan Turing. Ia bekerja pada agen inteligensi pemerintah Inggris. Bekerjasama dengan beberapa ahli matematika lainya yang jago dalam bidang kriptografi (Kriptografi adalah ilmu dalam bidang matematika yang memelajari mengenai pengamanan informasi). Tugas para ahli matematika ini adalah menemukan pola informasi dari pemerintah Jerman, yang nantinya dapat dimasukkan ke dalam mesin Enigma, untuk kemudian dapat diketahui arti dari kode rahasia tersebut.
Singkat cerita, Alan Turing membuat suatu mesin besar yang ia tujukan untuk memecahkan kode rahasia dari pemerintah Jerman itu. Melalui waktu yang lama dan konflik dengan rekan-rekan lainnya, akhirnya permasalahan ini dapat diselesaikan dengan bantuan mesin buatan Alan Turing. Akhir cerita, Jerman dapat dikalahkan karena kode-kode rahasia itu dapat dipecahkan.
Mengenai mesin buatan Alan Turing. Mesin itu kemudian disebut Mesin Turing, dan saat ini kita mengenal Mesin Turing tersebut dengan istilah komputer. Alan Turing tidak mungkin bisa membuat mesin itu jika ia tidak benar-benar memahami ilmu matematika yang menjadi dasarnya, apalagi karena mesin itu memang rumit untuk dibuat.
Jadi, bukankah dasar itu penting? Penting bukan hanya dalam belajar atau pendidikan, tetapi juga dalam setiap aspek kehidupan kita. Saya pun juga masih belajar lebih baik lagi dalam memahami hal ini dalam berbagai aspek. Namun, mulai saat ini hingga seterusnya, saya mau memegang hal ini. Fundamental is important, even, really important.
Diambil dengan persetujuan: Dwihatma, R. (2016). Sebuah Pemaknaan: Pengalaman Seorang Guru Muda. NulisBuku.com Self-Publishing.