Kepemimpinan itu seni

Suatu hari, sepasang orang tua dari murid datang kepada Anda, yang merupakan kepala sekolah. Mereka mengeluhkan kinerja guru yang mengajar anak mereka, dan mereka mengkritik keras Anda karena dianggap tidak mampu menjadi kepala sekolah yang baik.

Apa yang Anda pikirkan, rasakan, dan lakukan kemudian?

Jika ada 10 orang yang berada di posisi yang sama, akan ada juga 10 tipe respon (bahkan lebih) yang bisa diberikan. Wow, kenapa bisa begitu ya? Tentu saja, karena kepemimpinan adalah seni.

Apa itu seni?

Seni adalah segala bentuk eskpresi dari kreativitas dan imajinasi seseorang. Biasanya berbentuk visual, seperti lukisan. Namun, bisa juga dalam bentuk gerakan atau musik. Lalu, apa hubungannya dengan kepemimpinan?

Kepemimpinan juga merupakan ekspresi dari kreativitas dan imajinasi seseorang (pemimpin) yang dapat dirasakan orang lain. Bedanya, bentuknya tidak dapat disentuh atau benar-benar dilihat. Bentuk kepemimpinan berupa perilaku yang dampaknya bisa dirasakan dan menyentuh hati.

Seperti layaknya seni yang subyektif bergantung pada imajinasi dan kreativitas sang seniman, kepemimpinan juga subyektif dan bergantung pada imajinasi dan kreativitas sang pemimpin. Gaya kepemimpinan setiap orang berbeda-beda, dan apa yang harus kita lakukan pada saat tertentu. Mari kita kembali ke contoh kasus di awal tadi. Berikut beberapa opsi yang dapat kita lakukan:

  • Berbicara dengan orang tua tersebut dan berusaha meredakan emosi sambil berempati, atau
  • Kemudian menegur sang guru di depan orang tua tersebut, atau
  • Memanggil sang guru untuk berbicara empat mata dan mengevaluasi kinerjanya dengan kritikan keras, atau
  • Berempati dan mencari tahu kebutuhan guru tersebut dan kemudian menjadi mentor dan memberikan pendampingan personal.

Saya percaya, masih ada banyak opsi yang dapat dilakukan. Bukankah ini semakin menegaskan bahwa kepemimpinan itu seni, sama seperti mendidik juga adalah seni.

Jadi, jika Anda adalah kepala sekolahnya, apa yang Anda lakukan?