Mengajar, belajar, diajar?

Mana yang tepat, sebagai orang dewasa kita belajar dari anak atau kita mengajar anak?

Saya rasa, keduanya tepat. Ini pula sejalan dengan apa yang alm. Ki Hadjar Dewantara katakan, “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.” Sebagai pendidik, orang tua, guru, dosen, bahkan masyarakat awam, sangat jelas bahwa kita punya tanggung jawab dan pengaruh dalam mendidik dan mengajar anak kecil (anak kita) untuk menjadi pribadi dewasa yang bahkan lebi baik daripada kita.

Namun, jika kita cukup peka dan reflektif, bukankah kita juga belajar dari mereka?

Dari anak kecil, kita bisa belajar kepolosan ketaatan, kejujuran mereka, dan bagaimana mereka berteman dengan siapa saja.

Ketika semakin dewasa, ada kalanya kita diingatkan oleh mereka terhadap apa yang kita katakan namun kita lupa. Kita bisa belajar bagaimana cara pandang mereka terhadap dunia dan hidup mereka.

Saya, saat ini, mempunyai 2 orang murid yang sangat rajin. Mereka tidak hentinya bertanya tentang matematika, sampai di titik di mana saya tidak paham. Melalui mereka, saya belajar untuk mendorong diri saya untuk belajar lebih lagi. Saya juga mempunyai murid lain yang memiliki kepahitan dalam hidupnya, namun memilih untuk berjuang memperbaiki hidupnya. Murid yang lain mengajari saya bagaimana untuk terus semangat berkarya di tengah kesulitan hidupnya.

Image result for be humble enough to learn from children

Sebagai guru, saya justru merasa dididik oleh anak didik saya. Lucu bukan? Namun, itulah menyenangkannya. Menjadi guru dan orang dewasa, bukan berarti bahwa kita mengetahui segalanya. Justru sebaliknya, kita berkesempatan untuk terus belajar dari dunia ini.

Mari menjadi pribadi yang lebih reflektif, belajar peka terhadap dunia di sekitar kita. Kita bisa belajar dari siapapun, ketika kita cukup rendah hati dan membuka hati dan pikiran kita.

Selamat mengajar dan diajar.