Lelah memberi

Seperti yang saya sampaikan di tulisan kemarin, bahwa ada masalah yang dapat timbul dengan bekerja extra mile. Menurut Anda, apa masalahnya? Apakah Anda mengalaminya atau pernah mendengar cerita rekan?

Ini pengalaman saya sendiri. Selama bertahun-tahun, saya sangat terbiasa untuk bekerja extra mile. Saya melakukan banyak hal lebih dari yang diharapkan orang. Akibatnya, tentu orang menjadi puas, dan lebih lanjut mereka meminta saya mengerjakan tugas itu lebih baik lagi. Dampaknya, saya semakin dikenal baik akan kualitas kerja saya, dan saya mendapatkan promosi. Menyenangkan bukan?

Ya, di satu sisi, karena itu artinya saya mendapatkan kepercayaan dan pekerjaan/karir saya semakin mau. Di sisi lain, itu berarti semakin bertambahnya pekerjaan saya dan waktu yang harus diberikan juga semakin banyak. Ketika saya masih menjadi guru junior, tanpa jabatan apapun, tentunya saya mendapatkan gajinya sebagai guru junior. Seberapapun pekerjaan yang saya lakukan sebagai guru junior, gajinya tidak berubah, sampai berganti tahun, mendapat kenaikan gaji, atau naik jabatan. Kalaupun bertambah penghasilan dan penghargaannya, seberapa banyak?

Di sini letak masalahnya. Banyak dari bos perusahaan atau kantor seringkali kurang menghargai kerja karyawannya. Ketika kita bekerja extra mile, seolah itu yang seharusnya kita lakukan. Betapapun baik kualitas kerja kita, kenaikan gaji seringkali tidak signifikan (kecuali jika bos dan pimpinan kita termasuk pemimpin yang hebat). Padahal, waktu yang kita berikan untuk pekerjaan bisa jadi jauh lebih banyak dan berkualitas hasilnya dibanding rekan kerja lain yang gajinya lebih tinggi dari kita. Akibat buruknya, semakin lama motivasi kita bisa tergerus dan relasi dengan pasangan atau keluarga juga bisa memburuk, karena kita tidak merasa cukup dihargai.

Lebih jauh lagi, coba bayangkan kalau Anda bekerja sampai larut malam tapi penghasilan tidak bertambah? Bukankah itu juga menjengkelkan bagi keluarga Anda?

Dalam perspektif ini, saya ingin mengajak kita untuk mengkritisi bahwa bekerja extra mile tidak selalu berakhir baik. Sikapnya baik, tetapi dampaknya tidak selalu menyenangkan bagi kita sendiri. Terlebih lagi, karena ini merupakan sikap memberi, kita pun bisa lelah dan kecewa.

Karena itu, dibutuhkan hikmat bagi kita dalam bekerja. Pahami konteks organisasi tempat kita bekerja. Bijaklah dalam menggunakan waktu kita untuk pekerjaan. Pahami juga kapasitas diri dan keluarga kita. Pahami kebutuhan diri dan keluarga kita.

Saya pribadi termasuk orang yang agak “kurang peduli” dengan hal-hal yang saya sebutkan sendiri itu. Saya termasuk tipe yang akan tetap bekerja walau gaji tidak seberapa, karena saya lebih memilih melihat pekerjaan dan penghasilan saya sebagai berkat dari Tuhan. Karena saya digaji Tuhan, makanya saya bekerja. Bukan sebaliknya. Namun, saya pun memahami bahwa masalah tersebut tak terhindarkan. Saya mengalami konflik dengan pasangan saya karena ada kalanya ia tidak suka karena saya bekerja terlalu lama dan jauh. Di sisi lain, ia bangga juga.

Ada kepuasan tersendiri yang saya rasakan ketika saya memberi lebih, dan itu menjadi sifat alami saya saat ini. Ini yang membuat saya tidak bisa berhenti bekerja extra mile. Pekerjaan apapun, akan saya usahakan untuk beri waktu dan usaha lebih agar mereka yang menerima hasilnya puas dan mendapat pengaruh positif. Terlebih lagi, saya percaya dengan gaya bekerja seperti ini saya dapat menginspirasi orang lain lebih banyak lagi, seperti yang saya impikan.

Namun, sekali lagi. Lihatlah konteks diri kita masing-masing. Apakah kita mendapatkan dukungan? Apakah kita mempunyai waktu dan kesehatan yang mendukung? Apakah ini sesuai dengan prinsip kita? Terlalu lelah memberi juga tidak baik. Hidup kita perlu keseimbangan yang baik.

Mari bijak bekerja.