Ketika orang yang kita kasihi meninggalkan kita..
Ketika orang tua meninggal..
Ketika putus hubungan dari pacar atau pasangan..
Ketika appraisal tahunan di tempat kerja tidak memuaskan..
Ketika kita diberhentikan atau diminta berhenti dari pekerjaan kita..
Ketika hasil pekerjaan kita tidak sesuai harapan..
Ketika skripsi kita berulang kali diminta revisi oleh dosen pembimbing..
Ketika guru atau dosen kita tidak bisa mengajar dengan baik..
Ketika kita dipersalahkan orang lain..
Ketika jalan hidup terasa tidak tepat..
Ketika hidup kita tidak berjalan sesuai keinginan dan harapan kita.. apa yang kita lakukan?
Mengeluh? Menangis? Bersedih? Marah? Bisa saja, dan dalam beberapa kasus penting bagi kita untuk berdiam diri dan dengan mindful “menikmati” perasaan sedih itu. Namun, seperti yang saya juga bagikan di artikel kemarin, betapa pentingnya untuk be happy now, kita bisa melatih diri mengubah cara pikir kita untuk melihat hal positif dan kesempatan belajar dan bertumbuh dibalik hal buruk yang terjadi. Namun, tentunya tidak mudah bukan.
Be happy now juga perlu dibarengi dengan fokus mengerjakan apa yang seharusnya kita lakukan. Misalnya, ketika di tempat kerja ada banyak gangguan dan hal yang bisa kita keluhkan, seperti kurangnya insentif, atasan yang tidak menyenangkan, rekan kerja egois dan menjebak, kita bisa fokus pada pekerjaan kita saja dan menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya. Seringkali, atau bahkan selalu, mengeluh justru membawa energi negatif, mendistraksi pikiran, dan membuang energi kita dengan percuma. Lebih parah lagi, apa yang seharusnya kita lakukan juga tidak selesai dan hati kita tidak senang pada akhirnya
Sebagai penutup.. seperti juga pesan di artikel kemarin..
“When life gives you a lemons, make lemonade” atau lemon squash atau lemon cake atau lainnya.. dan seperti apa yang Brian Tracy juga katakan, yang menjadi judul bukunya, Just shut up and do it!