“Apa yang membuat yakin menerima lamaran pacarmu?”, Lisa bertanya pada Kiara. “Aku pun tak tahu jawabannya, hanya saja aku merasa yakin untuk menikah dengannya. Ini terasa tepat.”
Berapa banyak dari kita yang pernah mengalami kondisi serupa? Mungkin bukan urusan menikah, tetapi berkaitan dengan pengambilan keputusan besar dalam pekerjaan atau karier, studi, penggunaan uang, atau hal lainnya. Berapa banyak dari kita yang mengambil keputusan berdasarkan perasaan (gut feeling) kita?
Sulit bagi kita menjelaskan mengapa kita membuat keputusan tersebut, tetapi kita merasa tepat untuk melakukannya. Seringkali, ini terjadi ketika kita membuat keputusan yang cukup besar, seperti pernikahan, menerima lamaran seseorang, membeli rumah, dan membangun usaha. Terkadang, dalam kasus demikian pilihan atau keputusan yang kita ambil bahkan bisa berlawanan dari data yang kita miliki. Mayoritas data mengarah pada keputusan A, tetapi kita malah memilih B.
Dalam beberapa hal yang bukan masalah komitmen seumur hidup, walaupun kita salah membuat keputusan, kita masih bisa memulihkannya. Namun, bagaimana dengan urusan pasangan, pernikahan.. di mana di semua kepercayaan didorong untuk menikah satu kali untuk selamanya? Bukankah itu keputusan yang tidak mudah? Pada umumnya, kita membuat keputusan itu di sekitar umur 25-30 tahun, yang berarti kita mempunyai waktu rata-rata sekitar 45-50 tahun untuk hidup bersama. Nampak manis bukan? Yang benar saja! Hidup bersama dengan pasangan kita yang menyenangkan sekaligus menyebalkan selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, seumur hidup?
Sebagian orang bilang, menikah itu urusan komitmen, bukan hanya cinta. Ketika cinta semakin pudar, komitmen yang diutamakan. Mungkin saja.. Saya belum menikah selama 50 tahun, jadi tentunya saya tidak tahu. Namun, itu berarti pengambilan keputusan saat masa pacaran menjadi sangat penting.
Apa yang membuat kita yakin untuk menikahi orang ini? Kecantikannya? Kebaikannya? Keahliannya? Kepintarannya? Kekayaannya? Akhlak? Spiritualitas? Keagamaannya? Atau apa?
Ketika saya memutuskan untuk melamar pasangan saya, saya pun perlu mengetahui jawaban atas pertanyaan tersebut. Apakah karena sudah terlalu lama pacaran jadi ya menikah saja lah? Atau karena saya tidak bisa hidup tanpanya? Itu bisa saja jadi jawaban, tapi tidak cukup kuat untuk menjadi alasan bahwa dia yang saya yakin menjadi pendamping dan teman hidup saya sampai akhir nanti.
Saya percaya bahwa tujuan utama hidup saya adalah untuk hidup menjadi murid Kristus (karena saya seorang Kristen), memuliakan Tuhan melalui keseluruhan hidup, dan mempersaksikan Tuhan kepada dunia. Bersama pasangan saya ini, saya sudah merasakannya dan karena itu juga percaya bahwa kami bisa bertumbuh bersama, masing-masing menjadi pribadi yang lebih baik lagi dalam segala hal. Artinya, bersamanya saya bisa melangkah semakin dekat mencapai tujuan itu. Hal ini juga ternyata berlaku sama bagi pasangan saya. Selain itu, dia juga adalah sunshine bagi saya, pribadi yang bisa membuat saya senang dalam segala situasi.
Pertanyaannya bagi kita yang membaca artikel ini, yakinkah kita dalam membuat keputusan besar yang menanti kita? Mengapa?