“Apa rencana hidupmu ke depan nanti?” tanya Kiki. “Duh, apa ya. Aku sih ngalir aja lah seperti air,” jawab Adit.
Mengalir seperti air, nampak baik ya? Tapi di sisi lain, bukankah seperti ada yang kurang tepat dengan jawaban itu? Prinsip hidup mengalir seperti air tidak bisa selalu diterapkan. Ada kalanya kita bisa go with the flow, ada kalanya tidak.
Di satu sisi, hal tersebut bisa menunjukkan keberpasrahan terhadap Tuhan, dan tidak terlalu kuatir dengan apa yang di depan. Di sisi lain, itu bisa menunjukkan kemalasan atau ketidaktahuan terhadap apa yang mau dilakukan. Jika yang pertama pilihan kita, tentunya baik adanya.
Namun, kita pun tahu bahwa pasrah atau berserah penuh kepada Sang Khalik bukan berarti kita tidak melakukan apapun. Ia pun ingin agar kita melakukan sesuatu sesuai dengan desain kita. Dan rencana hidup ke depan, walau kita tidak tahu apa yang terjadi, tetap menjadi hal penting untuk kita miliki.
Bagi kita yang cukup religius, terlalu berencana juga bisa berbahaya, karena kalau tidak terwujud kita bisa ngomel dan kuatir. Karena itu keseimbangan menjadi penting. Kita perlu berserah sekaligus bekerja dan merencanakan hal-hal dalam hidup kita.
Misalnya, dalam 5 tahun ke depan saya berencana untuk membentuk bisnis sendiri yang dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan bahasa Inggris di sekitar lingkungan tinggal saya. Karena itu di tahun ini saya akan belajar bahasa Inggris intensif selama 1 tahun, lalu bekerja mencari modal, sambil membangun koneksi dan kerja sama. Namun, kalaupun Tuhan berkehendak tidak dalam 5 tahun, saya akan menyesuaikan rencananya.
Membuat rencana hidup ke depan tetaplah hal penting dan perlu kita pikirkan. Terlebih lagi mengerjakannya agar mimpi tersebut tercapai. Namun, jangan berfokus pada uang atau kekayaan atau pencapaian semu. Tidak akan pernah terpuaskan batin dan hati kita. Jalanilah hidup dengan mimpi untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi orang lain.
Selamat berencana, selamat berserah.