Beberapa waktu yang lalu, saya mengobrol dengan beberapa murid saya tentang bagaimana menjalani kehidupan. Mulai dari membicarakan tentang sekolah kami, upah guru, karier, hingga akhirnya tentang investasi dalam hidup.
Di sana, saya teringat hasil obrolan saya dengan istri saya juga, yang masih menjadi idealisme saya, yaitu bahwa istri/perempuan, lebih baik berada di rumah ketika sudah mempunyai anak, untuk mengurus anak. Bisa jadi bekerja mobile dari rumah, atau bisa juga tidak bekerja (mendapatkan upah), tapi yang terpenting mengurus anak.
Di pandangan banyak orang masa kini, kemungkinan hal tersebut jadi aneh. Tentu ini pasti ada biasnya, karena sejak dulu ada kodrat semacam itu yang digunakan orang zaman dulu (orang tua kita). Laki-laki bekerja, perempuan jaga rumah. Masa kini, perempuan pun biasanya bekerja mencari nafkah, bahkan mengejar karier.
Bagi saya pribadi, tidak ada masalah dengan perempuan yang bekerja dan mengejar karier, kalau memang itu yang menjadi passion dan panggilan hidupnya. Apa yang saya maksudkan dengan perempuan mengurus rumah dan anak, sangat perlu dilihat tergantung konteks keluarganya. Jika memang keluarga tersebut bisa dicukupi dengan pekerjaan sang suami, bagi saya lebih baik demikian. Jika tidak dan sangat tidak mungkin, ya tidak apa-apa juga untuk sang istri bekerja.
Namun, saya pribadi akan berusaha lebih memilih istri di rumah dan mengurus anak. Mengapa? Ketika saya pernah juga mengobrol dengan dosen saya di Malaysia, ia mengatakan demikian, “Jangan dikira bahwa persoalan kalian generasi yang lebih muda saat ini lebih berat daripada persoalan kami di masa lalu. Kami juga sulit membeli rumah pada waktu itu, seperti kalian juga sulit membeli rumah di masa kini.” Kira-kira itu sepotong ucapannya, yang membuat saya juga berpikir kembali.
Generasi muda saat ini, termasuk saya, seringkali berpikir bahwa masalah kita sangat berat, berbeda dari masalah orang tua kita atau generasi yang lebih tua. Kita lebih sulit membeli rumah karena semua lebih mahal. Stabilitas finansial menjadi suatu hal yang sangat berharga, bahkan seringkali lebih daripada keluarga.
Kalau dipikir lagi, ada banyak keluarga masa dulu (mungkin itu keluarga kita jug), yang mana sang Ayah bekerja membanting tulang, sedangkan sang Ibu berada di rumah mengurus rumah dan anak-anaknya. Bukankah hidup mereka bahkan mungkin lebih sulit di masa lalu. Sekarang, banyak dari kita yang memilih stabilitas finansial sehingga baik sang Ayah maupun Ibu bekerja. Ada yang sama-sama bekerja di perusahaan, pagi sampai malam, atau ada yang mempunyai bisnis sendiri.
Mengapa saya memilih sang Ibu untuk di rumah, bukan sang Ayah? Mungkin saya bias, namun, bagi saya sang Ibu sudah memiliki ikatan tersendiri yang kuat dengan sang anak, mulai dari rahim. Sehebat apapun sang Ayah, sulit untuk “mengalahkan” hal ini. Dan, pada kenyataannya, sang Ayah biasanya lebih sulit mengurus anak daripada sang Ibu.
Poin saya adalah ini. Investasi terbesar kita, ketika kita sudah memiliki anak, adalah anak kita. Melalui merekalah dunia akan dibangun nantinya. Melalui merekalah, warisan kehidupan kita dinyatakan. Merekalah yang akan mengubah dunia nantinya. Kalau kita tidak menjadi keluarga yang baik dan benar, untuk apa?
Dalam diskusi saya dengan murid saya, saya menanyakan ini, “Kalau kamu lihat ada anak yang bandel, nilainya jelek, tidak bisa diatur, dll. Apa yang kamu pikirkan pertama kali?” Mereka menjawab, “Ini bagaimana sih orang tuanya?” Aneh bukan? Kan ini anaknya, kenapa jadi orang tuanya yang salah? Itulah panggilan hidup orang tua, itulah tanggung jawab menjadi pemimpin. Kita yang menanggung dan harus mempunyai akuntabilitasnya, walau bukan kita yang sepenuhnya salah.
Tulisan ini semata untuk membuat kita berpikir dan berefleksi terhadap bagaimana kita mau menjadi orang tua atau membentuk keluarga, di tengah dunia saat ini. Tentunya, masih banyak keluarga yang memilih untuk benar-benar mengurus sang anak, entah itu menjadi tanggung jawab utama sang Ayah atau sang Ibu. Namun, keduanya perlu bekerjasama. Anak tidak bisa tumbuh sempurna tanpa kehadiran keduanya.
Selamat berinvestasi, selamat mengubah dunia melalui anak.