Nina : “Aku minta putus.”
Ardi : “Lho, kenapa Nin? Kayaknya selama ini kita baik-baik saja?”
Nina : “Selama ini kamu gak pernah dengerin aku. Semua selalu tentang kamu.
Kamu nggak pernah ngertiin perasaan aku.”
Ardi : “Nggak ngertiin perasaan kamu bagaimana? Aku kan selalu terbuka sama
kamu, dan kamu juga bisa cerita apa aja sama aku. Aku juga beliin kamu ini
itu biar kamu senang.”
Nina : “Iya memang. Tapi, kamu nggak pernah tanya perasaan aku, kondisi aku.
Kamu selalu cerita tentang kamu, tapi gak pernah mau tahu tentang hari aku.
Kamu beliin aku banyak barang, tapi bukan itu yang aku mau.”
Ardi : “Apa yang kamu mau kalau begitu?”
Nina : “Aku butuh quality time kita buat ngobrol. Pacaran kan butuh komunikasi dua
arah yang positif.”
Seberapa sering kita mendengar kisah terhentinya relasi asmara antara dua individu, baik itu persahabatan, pacaran, maupun pernikahan, yang diawali dari hal-hal yang nampaknya sederhana? Seberapa sering kita mengabaikan hal-hal “kecil” dan menganggap hal-hal “besar” lebih berarti? Perayaan ulang tahun, hadiah ulang tahun, perayaan anniversary, bonus, kenaikan gaji, evaluasi tahunan, pembinaan tahunan, rapat tahunan, dan berbagai hal “besar” lainnya.
Manusiawi. Memang sangat manusiawi bagi kita untuk lebih mengagungkan hal-hal yang nampak besar, baik itu dalam hal relasi maupun pekerjaan. Ketika kita melakukannya, ada perasaan kepuasan tersendiri seolah kita sudah menyelesaikan milestone tertentu. Lagipula, kita kan juga mempersiapkan dengan matang untuk hal yang besar tersebut, dan dana, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan tidak sedikit.
Sayangnya, baik itu pekerjaan maupun relasi, keduanya sama saja. Manusia tetaplah manusia. Walau kita lebih memilih hal besar terjadi, kita pada dasarnya lebih menyukai dan membutuhkan hal-hal kecil dan sederhana yang secara rutin dilakukan. Sikat gigi 2 kali setiap hari, pujian dari pasangan atas masakan kita, apresiasi dari pimpinan atas pekerjaan kita, pertolongan dan motivasi dari keluarga kita, perayaan kecil atas pencapaian kita, ucapan “I love you” di setiap harinya beserta pelukan hangat, menanyakan “bagaimana harimu?”, dan berbagai hal lainnya.
Lihatlah kembali relasi kita dengan pasangan atau rekan kerja atau keluarga kita. Hal kecil apa yang hilang darinya? Sudahkah, atau lebih tepatnya, pernahkah kita mengapresiasi rekan kerja, anak, bawahan, murid, atau bahkan pimpinan kita? Pernahkah kita berusaha memberikan motivasi? Pernahkah kita mendengarkan keluh kesah dan mengenal mereka dan kebutuhannya?
Lakukanlah hal-hal sederhana tersebut. Membosankan? Malas? Yes! Betul sekali, karena semua hal tersebut membutuhkan upaya konsistensi. Sulit melakukannya, tetapi pula kita akan sulit melupakan hasilnya kelak. Mereka yang konsisten mengerjakan hal-hal kecil dan bermakna, dan mengerjakannya dengan kesungguhan hati, kelak akan menuai buah yang tak terbayangkan.
Selamat bertekun.. Selamat menjadi lebih peka.. Selamat menjadi saksi..