“When life gives you lemons…”
Perkataan tersebut dapat kita selesaikan dengan berbagai jawaban, seperti yang dapat kita temukan di berbagai sumber:
- “make lemonade”
- “ask for salt and tequila”
- “make lemon cakes”
Perkataan-perkataan ini, jika kita lihat, merujuk pada ke-asam-an dalam hidup, bahkan dalam kasus tertentu juga termasuk ke-pahit-an hidup. Bahwa hidup tidak selalu manis. Bahkan kalau menggunakan analogi jeruk yang dipercayai kaum Tionghoa, kita pun tahu bahwa tidak semua jeruk terasa manis. Bahkan sebagian terasa sangat asam. Namun, tidak selesai sampai di situ saja. Perkataan ini menyiratkan juga bahwa walau hidup terasa asam (bahkan pahit) di mana banyak kesulitan dan tantangan dalam hidup, gunakan kesulitan dan tantangan tersebut untuk menjadi hal positif dalam hidup kita. Ini merupakan perkataan semangat dan bernada positif bagi kita.
Hidup memang tidak seindah yang kita impikan dan bayangkan. Coba pikirkan beberapa hal ini:
- Apakah pernikahan kita seindah bayangan kita dahulu?
- Apakah pasangan kita sebaik yang kita harapkan?
- Apakah pekerjaan kita semenyenangkan itu?
- Apakah karier kita semulus dan seindah yang kita harapkan?
- Apakah orang tua kita mengasihi kita sesuai dengan cara yang kita inginkan?
- Apakah sahabat kita mengasihi kita seperti kita mengasihi mereka?
- Apakah dosen/guru kita menyenangkan dan menolong kita bertumbuh dengan baik?
Hidup tidak selalu seindah harapan dan impian kita. Bahkan, mungkin lebih sering hidup ini menyediakan ke-asam-an dan ke-pahit-an bagi kita. Hidup tidak sesuai rencana. Ingin S2 tapi gagal. Mencoba pekerjaan impian tapi tidak diterima. Ditinggal kekasih. Ditinggal orang tua. Diselingkuhi. Dikecewakan sahabat. Kita terjatuh, bersedih, begitu kecewa hingga mungkin kita ingin bunuh diri.
Namun.. itulah hidup. Hidup memang tidak selamanya diisi panas matahari. Ada kalanya juga hujan. Namun, itulah hidup. Itulah yang membuat hidup.. ya hidup. Di setiap kenikmatan dan kesulitan, kita sebetulnya bisa belajar melihat bagaimana kita bisa dibentuk dan bertumbuh. Kalau berkaca dari sisi agama/kepercayaan, di situlah cara yang Mahakuasa membentuk kita.
Justru, keberhasilan terbaik lahir dari kebangkitan menghadapi kesulitan hidup yang begitu rupa.
Bagi saya pun demikian. Hidup sebagai pendidik tidak selamanya menyenangkan. Selama 7 tahun ini, saya merasakan banyak kesulitan. Saya ingin berhenti mengajar. Kecewa terhadap orang yang hanya meminta performa baik tetapi tidak menolong. Sedih berulang kali menyaksikan anak murid yang malas (terlebih pelajaran matematika yang saya ajar seringkali menjadi musuh sejuta umat). Namun, jika saya menilik ke belakang, saya bersyukur. Saya menikmati perjalanan hidup saya sebagai seorang pendidik.
Ada masa di mana saya agak membenci pelajaran matematika dan profesi sebagai guru. Begitu sulit mengajar matematika, hingga juga saat ini. Sebagian murid bahkan menyatakan, “Ini bukan masalah gurunya. Kami senang dengan gurunya, tapi tidak dengan pelajarannya.” Anak-anak sudah mempunyai cara pandangnya yang negatif terhadap matematika. Bahwa matematika itu sulit, dan mereka enggan atau merasa malas berusaha lebih jauh mengatasi kesulitan itu. Padahal, sesungguhnya matematika begitu menarik untuk menolong mereka belajar berpikir secara mendalam.
Dibalik kesulitan menghadapi matematika, selalu ada buahnya. Bukankah kita juga menikmatinya ketika kita bersusah payah mengerjakannya, namun kemudian menemukan jawaban yang tepat? Seharusnya belajar matematika bisa dimaknai dengan lebih baik sehingga kita semua, termasuk saya, dapat mengambil makna dan nilai positif darinya.
Salah satu hal yang paling saya syukuri, dibalik setiap kesulitan yang saya alami selama ini sebagai pendidik, yaitu bahwa saya mendapat kesempatan berjumpa dengan anak-anak yang berpotensi luar biasa. Namun, seperti layaknya orang dewasa, mereka pun mengalami berbagai kesulitan hidup. Di sana saya merasa terpanggil untuk menginspirasi dan menolong mereka. Di sana lah saya merasakan hidup saya berarti. Bukan masalah berprofesi sebagai guru, tetapi berjumpa dan berusaha menginspirasi generasi masa depan dunia untuk mencapai potensi terbaik mereka adalah kepuasan saya.
Saat ini, saya sedikit demi sedikit memetik buah positif dari kesulitan hidup yang saya alami. Saya bersyukur bahwa dulu saya mengalami setiap kesulitan itu, dan saya akan menikmati setiap kesulitan di depan nanti. Dari kesal terhadap mengajar matematika dulu, saat ini saya menikmatinya. Dari kepusingan menghadapi anak-anak yang “sulit”, sekarang saya menikmati momen-momen tersebut untuk menolong mereka menemukan panggilan hidup mereka.
So.. When life gives you lemon… what will you do?