Menyulitkan yang sederhana, Menyederhanakan yang sulit

Di dalam hidup ini, selalu ada hal-hal yang nampak sulit dipahami dan ada hal-hal yang sederhana sehingga cukup atau sangat mudah dipahami. Untuk yang pertama, membutuhkan waktu relatif cukup lama untuk berpikir dan akhirnya memahami esensi atau makna dari hal sulit yang kita pikirkan tersebut.  Untuk yang kedua, relatif tidak dibutuhkan waktu terlampau lama untuk dapat memahami hal sederhana.

Pertanyaannya, ketika kita berhadapan dengan masalah yang sulit diselesaikan, apa yang harus kita lakukan?

Hal ini sangat sering dan mudah ditemui ketika belajar matematika. Ada soal yang nampak sulit, “njelimet”, sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk memikirkan cara menemukan solusinya. Lalu, bagaimana caranya? Biasanya, saya mencoba menyederhanakannya dengan “membuat” soal serupa dengan tipe yang lebih sederhana, lalu mencoba mencari pola dan penyelesaiannya (yang belakangan saya baru tahu juga bahwa ini adalah keterampilan umum para matematikawan). Kemudian, ide atau pola yang sama atau serupa digunakan untuk menyelesaikan masalah atau soal yang lebih sulit tersebut.

Contohnya, ketika kemarin saya membahas soal kompetisi matematika bersama murid saya, ada soal seperti berikut:contoh soal wmi 2018 grade 10.jpg

Pertanyaannya nampak sederhana saja, kita diminta menghitung hasil dari penjumlahan tersebut. Namun, kalau ditelisik lebih jauh, ups ternyata tidak semudah itu. Dalam menyelesaikan soal seperti ini, kita bisa saja mengerjakannya satu per satu, sehingga jadi lebih panjang, tetapi tidak efisien.

Di sinilah keterampilan menyederhanakan yang sulit (keterampilan matematika) menjadi penting. Memang ini “hanya” angka yang tidak artinya bagi banyak di antara kita. Namun, keterampilan itu diasah melaluinya.

Kita bisa mencari pola hasil dari penjumlahan dengan pola yang diberikan ini. Misalnya, jangan langsung semuanya kita hitung. Coba berhenti dulu di 2 suku pertama, 3 suku pertama, 4 suku pertama. Lihat ada pola apa yang bisa kita telisik, dan bisa kita generalisasi-kan. Dampaknya, berapapun panjangnya soal penjumlahan ini, kita dapat mengerjakannya dengan mudah.

Di lain waktu, saya akan membahas soal ini di video YouTube channel saya. Selain soal ini, ada banyak soal lainnya yang kita bisa telisik lagi dan kita pelajari keterampilan serupa. Misalnya, tentukan digit ke 100 dari desimal hasil pembagian 1/41.

Menyederhanakan yang sulit menjadi salah satu esensi belajar matematika yang sayangnya seringkali terabaikan banyak orang, termasuk guru kita sendiri. Memang tidak mudah. Mengapa? Karena dibutuhkan waktu untuk #berpikirsecaramendalam (menyulitkan yang sederhana) dan membuat pola yang lebih mudah itu. Sayangnya, anak-anak murid saat ini lebih suka “aplikasi praktis”, sehingga tidak perlu berpikir panjang. Singkatnya, jadi malas.

Bagi kita yang membenci matematika selama ini, semoga ini bisa mencerahkan sedikit. Sama layaknya seperti kita menjalani hidup. Ada banyak yang perlu kita pikirkan dengan lebih mendalam untuk menemukan solusinya, tetapi di sisi lain juga mengikuti intuisi kita. Demikian pula dalam belejar matematika dibutuhkan intuisi, tidak hanya logika berpikir.

Contoh lainnya adalah bagaimana memahami pembagian pecahan yang dulu di masa SD mungkin kita lebih sering diperhadapkan pada aturan matematika, tanpa memahami mengapa. Bisa ditonton videonya di YouTube channel saya.

Selamat berpikir, selamat merenung, selamat belajar. 🙂

 

One thought on “Menyulitkan yang sederhana, Menyederhanakan yang sulit

Leave a comment