Bayangkan kita melakukan survei acak kepada 100 orang. Menurut Anda, berapa banyak yang akan mengatakan bahwa mereka tidak menyukai matematika? Berapa banyak, menurut Anda, yang akan mengatakan bahwa mereka tidak menyukai guru matematikanya? Berapa banyak, menurut Anda, yang akan dapat secara akurat mendeskripsikan apa makna belajar matematika sebenarnya?
Jo Boaler, baik dalam bukunya, Mathematical Mindset, maupun pada kursus daring (online course) yang ditawarkan oleh Stanford University, menyebutkan bahwa ada begitu banyak orang di dunia, baik orang dewasa maupun anak-anak, yang tidak menyukai matematika dan mempunyai pengalaman buruk dengan pelajaran tersebut atau dengan gurunya. Sebuah penelitian menyatakan bahwa banyak orang secara tidak akurat mendeskripsikan matematika sebagai bidang studi yang sangat terkait dengan berhitung. Hal-hal ini lah,yang menurut saya, mendukung ide bahwa matematika merupakan salah satu, kalau bukan yang paling, bidang studi yang tidak disukai di dunia, selain juga dengan dinilai sebagai bidang studi yang membosankan dan tidak relevan.
Pernahkah kita merenungkan dan berpikir tentang hal-hal ini? Mengapa terjadi seperti ini? Mengapa matematika seringkali, kalau tidak selalu, dilihat sebagai bidang studi yang menyebalkan dan tidak relevan? Benarkah demikian, atau mungkin ada yang salah dari cara kita belajar matematika? Apakah guru-guru matematika kita mengajar dengan cara yang tidak tepat? Atau kurikulumnya? Atau apa?
Menjadi seorang guru matematika, saya harus mengatakannya, sangatlah sulit. Saya memang tidak tahu seberap sulitnya jika dibandingkan dengan menjadi guru bidang studi lain. Mengapa saya mengatakan itu? Paling tidak, inilah beberapa alasan yang bisa saya deskripsikan:
- Pekerjaan yang membutuhkan matematika dalam perjalanannya atau pekerjaan yang terkait dengan matematika, misalnya insinyur, teknik, aktuaris, arsitek, doktor, adalah pekerjaan-pekerjaan yang dianggap lebih sukses, dalam hal gaji dan status.
- Ada stigma pada masyarakat di mana orang yang mengambil jurusan atau menjalani karier yang terkait dengan sains atau matematika dianggap lebih membanggakan dan istimewa.
- Masyarakat menilai matematika sebagai sesuatu yang penting dalam artian keberhasilan pendidikan akademis.
- Orang-orang yang berhasil dengan baik dalam matematika dianggap sebagai orang-orang yang pintar (sekali lagi, terkait dengan keberhasilan pendidikan akademis)
- Untuk sebagian orang, betapapun bagusnya nilai mereka pada on 14 bidang studi, misalnya, tetapi jika nilai matematikanya kurang baik (atau bahkan tidak lolos KKM!), sangat mungkin mereka dianggap gagal.
- Murid-murid menilai matematika sangat sulit, kecuali mereka yang cepat untuk mengerti konsep-konsep topik matematika.
- Ini makin parah jika Anda adalah seorang wali kelas yang juga mengajar matematika. Sangat mungkin bahwa orang tua, ketika mengambil rapor anaknya, akan mengecek nilai matematika terlebih dahulu (seolah lebih penting dari karakter dan pelajaran lainnya) dan mungkin bertanya, “Pak/Bu, ini kenapa nilai matematika anak saya cuma 80 ya?”
Singkatnya, matematika seringkali dan secara luas dianggap sebagai bidang studi yang menyulitkan, tetapi berguna untuk perjalanan karier seseorang. Jika seorang murid dapat berhasil/mendapat nilai baik pada bidang studi matematika, orang tua akan sangat bangga (tentunya tidak semua orang tua demikian). Jadi, seolah matematika adalah bidang studi untuk kalangan khusus/elit (baca: yang “pintar” atau “berkualitas”). Akibatnya, ada tekanan tinggi yang diberikan pada murid-murid untuk dalam berhasil dengan baik dalam pelajaran ini. Terlebih lagi, dalam kultur yang kompetitif, bukankah kita semua mau agar anak kita lebih berhasil daripada anak lainnya?
Dengan melihat setiap kesulitan dan tantangan ini, guru matematika memiliki pekerjaan yang sangat sulit untuk membuat matematika menjadi studi yang relevan dan juga dilihat dan dirasakan berguna. Sedihnya, ini didukung juga dengan banyaknya pelatihan atau pengembangan profesional guru yang tidak terlalu menolong guru untuk mengenal jantung dari matematika. Selama bertahun-tahun saya mengajar sebagai guru matematika, paling tidak, saya hampir tidak pernah menemukannya. Pelatihan/seminar terbaik yang pernah saya ikuti hanya satu, yaitu yang dibawakan oleh Dr. Yeap Ban Har, 3 tahun lalu. Selain itu? Tidak ada.
Walaupun saya tidak mau mendiskriminasi bidang studi lain, namun ini perasaan pribadi saya. Saya sudah melihat dan merasakan bahwa bidang studi lain kerap kali memiliki tipe pelatihan yang lebih berguna dan nampak mudah diterima dan diterapkan, dibanding dengan pelatihan terkait matematika. Lebih buruk lagi, pada pelatihan untuk guru matematika seringkali pembicara “hanya” melontarkan ide agar guru menciptakan pembelajaran yang menolong murid untuk dapat mengaplikasikan pengetahuannya (berdasarkan taksonomi Bloom), tetapi “sayangnya” sang pembicara adalah guru bahasa. Saya sendiri tidak punya masalah dengan guru bahasa, tetapi jujur, para pembicara ini tidak dapat memberikan contoh yang relevan dan baik untuk pelajaran matematika. Ide mereka cantik dan dapat diterima tentunya untuk pelajaran apapun. Namun, para pembicara ini seringkali bertindak seolah mereka sangat hebat, dengan di lain sisi saya dapat bertaruh mereka sebenarnya juga tidak bisa memberi ide apapun soal bagaimana mengajar matematika dengan baik, selain konsep belaka.
Baru belakangan ini saya menemukan kursus daring dan buku yang sangat menolong saya. Sang penulis buku memberikan begitu banyak contoh tugas/soal matematika dan asesmen/penilaian yang dapat digunakan untuk guru-guru matematika, bersama dengan hasil-hasil penelitian yang menolong saya merefleksikan praktik pengajaran saya. Baik buku maupun kursus tersebut membicarakan bagaimana dan mengapa orang membenci matematika, dan apa yang hilang dari kelas matematika. Di saat yang sama, kita juga ditawarkan berbagai cara untuk dapat mentransformasi kelas matematika.
Ini memang hanya pengalaman saya. Tidak tahu juga apakah ada guru matematika lain di luar sana yang merasakan apa yang saya rasakan. Saya harap tidak. Namun minimal, Anda dapat berempati dengan guru-guru matematika dan “merasakan” betapa mudahnya menjadi guru matematika, seperti juga betapa mudahnya menjadi guru bidang studi lain.
Pada minggu-minggu mendatang, saya akan berbagi apa saja yang sudah saja pelajari melalui kursus daring dan buku yang sangat menginspirasi saya tentang apa artinya dan bagaimana belajar dan mengajar matematika sesungguhnya. Ini adalah apa yang sudah lama saya rindukan dan cari sejak pertama kali saya memulai karier mengajar matematika saya. Saya harus berkata bahwa saya belajar (learn) sangat banyak, dan di saat bersamaan, menanggalkan apa yang sudah dipelajari (unlearn), dan belajar kembali (relearn).
Selamat belajar! 🙂
Saya tunggu postingan nya.
Saya guru fisika. Kesulitan terbesar mengajar fisika karena banyak persamaan yang harus dikuasai siswa. Saya ingin belajar dari Anda
LikeLike
Halo Pak salam kenal. Ini dia kesulitan guru sains mungkin ya. Kita sama-sama belajar Pak. Kalau fisika, saya pun juga harus belajar banyak.
Beberapa ide mengajar yang saya pelajari bisa ditemukan di YouTube channel saya (misalnya untuk turunan/diferensial di https://www.youtube.com/watch?v=FTYdTgYsAxM&t=27s). Selain ini, banyaknya lebih ke konsep dan contoh untuk SD. Nanti di tulisan berikutnya saya coba deskripsikan ide/konsepnya ya.
Semangat belajar!
LikeLike
Baik. Saya tunggu tulisan nya.
Semangat belajar!
LikeLike
Siap Pak terima kasih! 🙂
LikeLike