Berteman dengan Sang Raja

Menurut Anda, apa hal yang tersulit untuk dilakukan dalam meraih kesuksesan terhadap sesuatu? Kesuksesan di sini bukan berarti kesuksesan berupa materi atau finansial. Pikirkanlah contoh atau konteks apapun. Karier, relasi, pendidikan, membaca, olahraga, ….

Bisa saja ada banyak jawaban tergantung pada perspektif, pengetahuan, dan pengalaman kita. Melakukan yang tepat atau benar? Mengambil resiko? Membuat keputusan? Tepat waktu? Tentunya masih ada banyak lagi kemungkinannya karena setiap orang mempunyai pengalaman dan tantangan yang berbeda tergantung karakter, kepribadian, dan lingkungan tempat mereka berada.

Bagi saya pribadi, hal tersulit untuk dilakukan adalah menjadi konsisten. Ya, konsisten. Melakukan hal yang benar pertama kali tentu tidak mudah. Namun, melakukan hal yang benar berulang kali, dalam berbagai situasi, ketika diperhadapkan dengan berbagai tantangan, mungkin kita belum tentu tahan. Bisa jadi, ada saatnya kita menyerah. Contohnya saya, dalam menulis artikel di blog saya ini. Kalau kita melihat tulisan terakhir yang saya post, itu adalah post di tanggal 29 Agustus, sekitar 1,5 bulan yang lalu.

Bukan hanya soal tulisan/artikel di blog ini saja. Tulisan-tulisan tersebut adalah tulisan-tulisan terkait dengan apa yang saya pelajari dan saya coba terapkan dalam pengajaran matematika di setiap kelas saya. Betapa sulitnya menjadi konsisten untuk melakukannya setiap hari karena banyaknya tantangan yang ada. Murid yang kurang responsif/aktif, antusiasme yang berkurang, pembelajaran daring (online), kelelahan mental, target dan tenggat waktu, kesibukan, target skor, kenyamanan terhadap cara konvensional/tradisional.

Quotes about Consistency (409 quotes)

Oleh karena itu, menyambung dari apa yang saya bagikan tentang bagaimana mengajarkan matematika dengan baik, ada satu hal penting yang saya ingin bagikan dan tekankan di sini. Konsistensi. Sebagai guru yang mengalami pendidikan model lama/tradisional, tidak mudah tentunya untuk kita berubah. Namun, hidup juga tidak bertambah baik jika kita tidak berusaha berubah. Kita perlu berusaha. Berusaha berubah, dan membiasakan diri dan konsisten dengan setiap usaha kita.

Apakah mudah melatih diri untuk terus bertanya dan mewujudkan kondisi diskusi kepada peserta didik kita? Tentu tidak. Lebih mudah untuk memberi tahu saja. Lebih mudah, lebih cepat, tugas selesai.

Apakah mudah berubah untuk mendorong anak menggunakan berbagai perspektif dan cara dalam menyelesaikan satu masalah/soal? Tentu tidak. Jauh lebih mudah mengajarkan satu metode/cara dan meminta mereka menerima dan memahaminya.

Apakah mudah mengajarkan matematika untuk memahami dan berpikir? Tentu tidak. Jauh lebih mudah meminta dan memaksa mereka menghafalkan setiap rumus dan melakukan drilling (Latihan berulang) soal-soal matematika sampai mereka bisa mendapat skor yang baik.

Being consistent isn't easy, but always worth it | Hard work quotes, Work  quotes, Work hard

Melakukan satu hal yang benar memang sulit tetapi mungkin. Melakukannya berulang kali? Tunggu dulu. Hidup tidak semudah itu. Sama seperti betapa sulitnya melakukan hal yang baik dan benar Ketika kita berulang kali dikecewakan, berulang kali jatuh.

Karena itu, melalui tulisan ini, saya ingin mengajak kita semua, khususnya para pendidik (khususnya di bidang matematika) dan orang tua untuk mari kita terus berusaha konsisten. Berusaha mengubah kebiasaan buruk kita satu persatu dalam mendidik anak kita, dan konsisten dengannya. Hal besar tidak pernah muncul dari usaha mudah. Hal-hal dan kesuksesan besar muncul dari usaha konsisten dalam hal-hal atau perkara kecil dan sederhana. Menggapai kesukesan besar membutuhkan waktu dan konsistensi.

“Konsistensi adalah raja. Consistency is king.

Consistency is King

Selamat menjadi konsisten. Selamat menghadapi rasa lelah dan kecewa. Selamat berjuang.

Kepala sekolah juga penting!

Apa ya maksudnya? Berdasarkan penelitian internasional, khususnya yang pertama kali dilakukan oleh Kenneth Leithwood dan beberapa peneliti lainnya di tahun 2008, mereka menyimpulkan bahwa kepala sekolah merupakan faktor kedua terpenting yang memengaruhi prestasi belajar murid di sekolah. Faktor terpenting pertama? Tentu guru, itu sudah jelas. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya juga peran kepala sekolah dalam setiap sekolah.

Image result for principal matters

Pertanyaannya, seberapa kita memahami bahwa kepala sekolah mempunyai peran yang sedemikian penting? Jika kita guru, seberapa besar kita menghargai kepala sekolah kita? Jika kita kepala sekolah, sadarkah kita akan hal ini dan seberap jauh kita telah mengembangkan diri kita agar kita dapat memberi dampak positif lebih baik? Jika kita bagian dari manajemen sekolah, seberapa jauh kita telah menolong kepala sekolah untuk bekerja dengan lebih efektif?

Kita tidak sempurna, tetapi belajar semakin sempurna.

Seperti yang saya tulis di artikel perkenalan awal saya tanggal 15 April 2019 yang lalu, saya tidak lah sempurna. Saya yakin, Anda pun tidak demikian. Tidak ada dari kita yang sempurna, tetapi setiap dari kita bisa berjuang untuk menyempurnakan diri kita. Artinya, kita terus berjuang menjadi pribadi-pribadi yang lebih bertumbuh dan lebih baik lagi, dalam aspek apapun itu.

Kita berbagi dan belajar memimpin, bukan berarti karena kita sempurna, tetapi justru karena kita mau terus belajar dan sambil itu dilakukan kita hanya ingin berbagi agar orang lain pun bisa belajar dari perjalanan kita.

Image result for we are not perfect

Namun, perlu diingat juga bahwa hal ini bukan menjadi alasan agar kita tidak berkembang ya. Semakin terus berkembang, semakin kita bisa menginspirasi lebih baik lagi. Semakin kita bisa menginspirasi orang lain, semakin kita menjadi pemimpin yang lebih baik.

Jadi pemimpin itu tidak sulit

Jadi pemimpin efektif itu tidak sulit. Tapi SANGAT SULIT! Mengapa? Karena dibutuhkan pengorbanan dan keberanian yang besar untuk melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi kita, atau bahkan juga tidak disukai oleh rekan tim kita, tetapi kita harus lakukan.

Misalnya, ketika ada guru yang melanggar aturan sekolah secara fatal, kepala sekolah sebagai pemimpin dari guru-guru bertanggungjawab untuk menegur. Bahkan, ketika hal tersebut sudah dilakukan berulang kali dan tidak bisa diberikan toleransi lagi, sang pemimpin sekolah bisa saja meminta sang guru untuk mengundurkan diri atau memutus hubungan kerja sang guru dengan sekolah. Tentunya, sang guru tidak senang dengan keputusan tersebut. Namun, juga hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan sang pemimpin.

Menjadi pemimpin yang baik tentunya sulit. Kalau mudah, sudah ada banyak pemimpin yang baik dan hidup kita tidak akan sesulit saat ini. Kita akan mempunyai presiden atau pemimpin-pemimpin bangsa yang baik dan benar, pemimpin di pekerjaan yang baik, pemimpin di keluarga juga yang baik. Dengan pemimpin yang baik, sudah jelas komunitas akan lebih baik. Namun, kenyataannya tidak demikian bukan?

Ke mana arah sekolah kita?

Saya pikir, pertanyaan ini tidak hanya berlaku di sekolah. Pernahkah kita mempertanyakan hal serupa? Ke mana arah hubungan kita? Ke mana arah perusahaan kita? Ke mana arah negeri ini? Ketika kita merasakan kebingungan tentang arah dan tujuan, kita pasti akan bertanya-tanya. Bagus kalau kemudian kita menemukannya dan kita setuju dengannya. Bagaimana jika kita dibuat menunggu terkatung-katung mencari tahu arah dan tujuannya?

 

Ini sama seperti kalau pacaran tapi “digantungin”. Sudah pacaran 4-5 tahun, tapi belum juga diajak menikah. Sudah bekerja kontrak 3 tahun tapi belum juga dijadikan guru tetap. Sudah melewati masa percobaan (probation) 6 bulan tapi juga belum ditawarkan kontrak.

Di berbagai organisasi, komunitas, atau gerakan, termasuk sekolah, visi dan tujuan sangatlah penting karena menyangkut arah dan langkah ke depan. Ketika tujuannya jelas, lebih mudah untuk membuat strategi untuk mencapai tujuan-tujuan kecil yang bisa mewujudkan visi kita. Ini adalah tanggung jawab para pemimpin, seperti kepala sekolah (principal) dan head of school

Pemimpin bertanggungjawab membentuk dan menentukan arah dan tujuan organisasi dan memastikan bahwa setiap anggota timnya mengetahui, memahami, dan bekerja sejalan dengan visi tersebut. Ketika anggota tim sungguh-sungguh memahami visi dan nilai yang berlaku, selebihnya akan menjadi pekerjaan yang lebih mudah.

Sudahkah kita menjadi pemimpin yang memiliki visi yang jelas?

Trust and Loyalty

Berdasarkan pengalaman saya, saya seringkali merasakan bahwa manajemen sekolah atau para atasan kurang menghargai rasa percaya dan loyalitas para staf dan guru.  Bahkan, dalam beberapa kasus, kedua hal tersebut seperti dipaksakan. Bahwa kita sebagai staf dan guru harus loyal terhadap sekolah, harus percaya pada pemimpinnya. Pertanyaannya, apakah mereka yang menjadi pemimpin telah melaukan yang harus mereka lakukan, yaitu menjadi pemimpin efektif, dan membuat kita saling percaya dan loyal terhadap satu sama lain dan terhadap para pemimpin di sekolah?

Hal yang seringkali terlupakan adalah bahwa kedua hal ini adalah perasaan. Rasa percaya dan setia. Tidak bisa dipaksakan, mohon maaf. Sama seperti kita tidak memaksakan kekasih kita untuk percaya dan setia kepada kita, tetapi ketika kita sungguh-sungguh memperjuangkan relasi yang positif dan kita telah menjadi pasangan yang baik secara konsisten, hanya tinggal menunggu waktu saja ketika kedua perasaan itu tumbuh.

Bukankah begitu juga dalam hal kepemimpinan di sekolah?

Pemimpin tanpa pengikut, lalu apa?

Jika Anda ditanya, “Apa syarat menjadi seorang pemimpin?” Menurut Anda, apa jawabannya?

Empati? Keberanian? Inteligensi? Keterampilan sosial emosional?

Semua itu penting, tapikita perlu ingat bahwa seseorang bisa disebut sebagai pemimpin ketika ada orang yang dipimpin. Bukankah demikian? Dalam arti lain, tanpa pengikut, kita tidak dapat menyebut diri kita sebagai pemimpin. Pemimpin pasti berkaitan dengan orang, dan khususnya orang yang dipimpin. Walau mungkin kita pernah mendengarnya, tetapi istilah pemimpin perusahaan adalah jabatan. Ia bertanggungjawab memimpin setiap orang yang secara struktur ada di bawahnya.

Pemimpin bukanlah mereka yang mengemban jabatan struktural tertentu, bukan mereka yang ada di puncak organisasi, tetapi mereka yang dengan berani dan rela mengorbankan dirinya untuk menginspirasi dan mengembangkan orang lain untuk menjadi lebih baik dan mencapai yang terbaik yang bisa ia capai. Dengan pemahaman ini, paling tidak ada 3 hal penting yang bisa disimpulkan:

  • Bahwa pemimpin selalu berkaitan dengan orang.
  • Siapapun bisa menjadi pemimpin, tanpa terkecuali.
  • Pemimpin itu memberi diri untuk pertumbuhan orang yang dipimpin.

Selamat memimpin manusia, bukan organisasi.

Kepemimpinan sekolah yang terlupakan

Setiap sekolah pasti fokus mengembangkan kualitas guru dengan berbagai cara. Supervisi kelas, evaluasi dan penilaian per term, semester, atau tahunan, dan berbagai hal lainnya. Semua ini tentu sangat bagus, tetapi bagaimana dengan kualitas kepemimpinan?

Kepemimpinan, pada era saat ini, sudah bukan lagi merujuk pada kepala sekolah karena dipercaya bahwa setiap orang mempunyai kapasitas kepemimpinan. Ini berarti, guru, staf, dan bahkan murid juga bisa memimpin dalam kapasitasnya masing-masing. Namun sayangnya, seringkali sekolah, secara sengaja maupun tidak, melupakan pengembangan keterampilan kepemimpinan guru, kepala sekolah, dan muridnya. Manajemen sekolah seringkali kurang menghargai dan memerhatikan hal ini. Salah satu dampak negatifnya adalah ketika seorang guru naik jabatan menjadi koordinator, wakil kepala sekolah, atau bahkan kepala sekolah, guru tersebut tidak dilengkapi dengan baik.

Akibatnya, kita mendapatkan manajer semata, bukan pemimpin. Ia fokus pada tugas manajerial dan administratif, tetapi lupa mengembangkan dan memimpin mereka yang dipercayakan kepadanya. Padahal, signifikansi kepemimpinan sangat besar bagi perkembangan sekolah.

Kalau kita tidak disiapkan dan diperlengkapi oleh manajemen sekolah, kembangkanlah diri. Bacalah buku, ikut pelatihan atau seminar, cari mentor, pedulikan orang lain. Kepemimpinan perlu dilatih sesering mungkin, sama seperti kita berlatih kemampuan bahasa, berpikir, berolahraga, dan lainnya.