Senangnya Belajar?

pembelajaran2bdiluar2bkelas“Belajar itu TIDAK MENYENANGKAN!!”

Mungkin kita pernah atau cukup sering mendengar perkataan semacam itu, entah dari murid di sekolah, murid les, anak sendiri, adik, kakak, atau saudara kita, atau dari sumber lain. Bagi sebagian orang, belajar itu tidak menyenangkan. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda setuju?

Bagi kami, ya! Kami setuju bahwa belajar itu tidak menyenangkan … jika:

  1. Belajar itu hanya menghafal
  2. Belajar itu hanya di kelas dan mendengarkan guru
  3. Belajar itu hanya untuk nilai atau naik kelas
  4. Belajar itu hanya untuk lulus dan mendapatkan ijazah
  5. Belajar itu dilakukan dengan cara yang itu-itu saja (monoton)
  6. Belajar itu tidak ada maknanya
  7. Belajar itu tidak applicable
  8. Belajar itu dilakukan sendiri
  9. Belajar itu tidak menantang
  10. Belajar itu tidak membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik
  11. Belajar itu tidak jelas untuk apa.

Harus diakui, bahwa anak-anak generasi saat ini (Generasi Y dan Z) jauh lebih kritis soal belajar daripada anak-anak generasi sebelumnya. Dahulu, mungkin kita oke saja dengan mendengarkan dan manut terhadap apa yang dikatakan guru. Lain dengan sekarang ini. Sebanyak 11 catatan di atas mungkin hanya sebagian, tetapi itu menunjukkan bahwa gaya atau cara belajar anak generasi saat ini tidak bisa disamakan dengan anak generasi sebelumnya. Ketika mereka menjalani pembelajaran dengan cara yang sama seperti generasi sebelumnya, mereka menjadi bosan dan lebih mudah untuk melontarkan pendapat mereka bahwa mereka tidak suka menjalaninya.

Harus kita sadari, sebetulnya setiap anak itu senang belajar sejak kecilnya. Lihat saja anak berumur di bawah 7 tahun (nursery, pre-school). Ketika mereka di TK atau pre-school, mereka begitu ceria, senang, dan menikmati proses belajar yang ada. Namun, lain ceritanya ketika mereka mulai masuk di jenjang SD, terutama mulai kelas 3 SD dan seterusnya. Rasanya belajar menjadi begitu berat, sekolah menjadi momok bagi para murid. Mungkin, di kemudian hari, ketika telah lulus S1, baru mulai menyadari bahwa belajar itu penting dan sebenarnya menyenangkan.

Seberapa sering dahulu atau mungkin saat ini kita mendengar,”Kok main mulu sih? Bukannya belajar? Emang gak ada PR atau ulangan?”, padahal mungkin kita baru saja menyalakan komputer atau rehat sejenak. Mungkin agak ekstrim, tapi nampaknya ada saja di antara kita yang pernah mengalami hal seperti ini bukan? 🙂

Satu hal yang perlu kita pahami bersama, yaitu bahwa belajar itu bukan hanya soal belajar materi pelajaran di sekolah. Belajar materi di sekolah itu hanya sebagian dari belajar. Saat ini, istilah “belajar” menjadi begitu sempit, seolah hanya terjadi di sekolah, khususnya di kelas. Bagaimana dengan ketika ekstrakurikuler? Ikut klub sepak bola? Bermain piano, gitar, atau alat musik lain? Bagaimana dengan ketika anak bermain komputer secara positif? Bagaimana ketika anak bersosialisasi dengan teman-temannya? Bukankah iu semua juga tergolong belajar?? Masih ada banyak contoh lain yang mungkin saja sebagian dari kita merasa bahwa itu bukan belajar, tetapi justru sebaliknya bahwa sebenarnya itu semua termasuk kategori belajar.

Karena persepsi istilah belajar yang begitu melekat dengan sekolah, sekolah mempunyai tanggung jawab besar untuk memenuhi persepsi itu. Jika sekolah, dalam arti guru, berhasil dengan baik memfasilitasi para murid untuk belajar dengan menyenangkan, semua akan jadi menyenangkan. Namun, kenyataannya, mungkin sebaliknya.

Apakah benar belajar itu menyenangkan?

Ya, kami percaya bahwa belajar itu menyenangkan!

Bagaimana mungkin?

Kami percaya bahwa belajar itu menyenangkan ketika:

  1. dilakukan dengan cara yang menyenangkan
  2. untuk tujuan yang menyenangkan (pembelajaran bermakna), dan
  3. dilakukan bersama pribadi yang menyenangkan.

Bukan hanya belajar aljabar dengan cara membosankan dan tidak jelas akan dipakai buat apa nantinya (ditambah lagi kalau guru matematikanya ngeselin), atau mengetahui dan menghafal perang Diponegoro yang diplesetkan terjadi hanya 5 menit itu (1825-1830), atau belajar materi listrik dan magnet tanpa jelas apa sang anak akan memakainya atau tidak, dan jika iya pada saat apa.

Banyak guru dan sekolah di Indonesia yang tidak dibekali, tidak mau belajar, atau juga terbentur pada kebijakan dan sistem untuk bisa menjalankan 3 hal tersebut. Metode mengajar yang masih konvensional karena dianggap yang terbaik, ujian standardisasi dengan patokan nilai tertentu, silabus dan tujuan pencapaian Kompetensi Dasar tertentu. pembelajaran2bdiluar2bkelasGuru panik, dan akibatnya murid pun ikut panik. Seolah, belajar itu hanya demi tujuan mencapai target nilai dan kelulusan. Bab 1 selesai, mari lanjut ke Bab 2, dan begitu seterusnya.

Kami sendiri baru menyadari betapa menyenangkannya belajar ketika sudah lulus S1. Ternyata belajar itu bisa di mana saja, dari siapa saja, dan dengan cara apa saja. Dampaknya yang paling terasa adalah ketika kita begitu menikmati belajar, apa yang kita coba pelajari akan lebih mudah dan lebih cepat kita dimengerti. Toh, kita juga semangat menjalaninya. Kalaupun memang sulit, kita pasti mau berjuang untuk mengatasinya.

Contoh saja, jika seseorang begitu menikmati bermain gitar, ia pasti akan begitu semangat mempelajari teknik-teknik bermain gitar, bahkan tanpa harus ikut kursus sekalipun. Jika seseorang begitu cinta bermain bidang olahraga tertentu, ia pasti begitu passionate untuk mencari berbagai cara yang bisa dilakukan agar ia semakin ahli. Dan pada akhirnya, hasil pun akan datang dengan sendirinya.

Belajar itu MENYENANGKAN jika dijalankan dengan hati senang dan 3 hal di atas. Setiap orang SUKSES pasti SENANG BELAJAR, sesuai dengan bidang yang mereka minati.

Sebagai pendidik (guru, orang tua, sekolah, dll.), mari kita berjuang bersama untuk memfasilitasi anak didik kita untuk bisa menikmati belajar walau begitu banyak tantangannya. Ketika mereka menikmati belajar, mereka akan bisa menjadi pribadi longlife learner yang justru menjadi bekal yang amat penting bagi mereka di masa depan, lebih dari pada nilai angka dan ijazah.

Bagi para pembelajar (murid sekolah, mahasiswa, dan setiap dari kita), mari kita terus gali dan cari cara agar belajar itu bisa menjadi menyenangkan. Kalau ada cara yang lebih baik, mari kita bagikan. Secara mandiri, mari belajar memaknai dan menggali lebih jauh. Lanjutkan pikiran kritis kepada aksi untuk mencari solusi, bukan hanya mengeluh dan mengkritik tanpa aksi.

Selamat menikmati belajar! Selamat menyerap pengetahuan yang terbaik dari belajar yang dinikmati! 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s