Lihat situasi donk!

Selama 5 hari ke belakang, saya membahas sedikit tentang beberapa model kepemimpinan yang cukup dikenal secara internasional dan banyak orang mempraktikkannya. Pertanyaannya, mana yang terbaik?

Jika kita memelajari teori kepemimpinan, ada keyakinan, yang juga didukung dari hasil studi, bahwa tidak ada satu gaya atau model kepemimpinan yang cocok untuk semua konteks. Tidak ada yang terbaik. Kepemimpinan harus dipraktikkan berdasarkan konteks di mana kita berada, dan dalam banyak kasus, sangat penting untuk mengombinasikan semuanya dan “menjahit”-nya agar kita menjadi pemimpin yang efektif.

Misalnya, ketika kita mempunyai karyawan baru, apakah hal yang terbaik untuk kita lakukan? Membiarkannya bekerja dan belajar mandiri atau mendampinginya untuk mengenal lingkungan dan belajar beradaptasi?

Jika karyawan kita sudah cukup dewasa, apakah masih perlu kita mendampingi mereka atau lebih baik kita memberikan ruang bagi mereka untuk mengeksplorasi diri lebih jauh melalui pekerjaan yang diberikan dan diberikan kepercayaan lebih?

Jika organisasi kita dalam keadaan krisis secara umum, apakah lebih baik menjadi pemimpin yang tegas dan otokratik atau menjadi pemimpin yang lembut dan berusaha menginspirasi dan melibatkan semua pihak?

Jika kita seorang pemimpin di kalangan mayoritas beragama Budha, apakah baik jika kita memimpin dengan mengandalkan nilai-nilai Kristiani?

Tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik. Yang terbaik ialah untuk mengadaptasikan sesuai keadaan dan konteks. Lihat situasinya, lihat konteksnya. Kalau kita tidak mampu melakukan sendiri, berkolaborasilah. Kalau tidak memungkinkan untuk berkolaborasi, jadilah teladan sambil merangkul sesama.

“No one size fits all”